Komisi Fatwa MUI: Menu Escargot Haram
Setelah melakukan eksplorasi yang komprehensif,
dan kajian yang mendalam terhadap Qaul (pendapat) dari Jumhur Ulama
(para ulama, mayoritas imam Madzhab terkemuka) Komisi Fatwa (KF) MUI
menetapkan fatwa tentang bekicot pada Sidang KF yang baru lalu di
Jakarta. Dalam hal ini ada dua ketetapan.
Pertama, “Bekicot itu haram untuk dikonsumsi secara umum, “ ujar Ketua Komisi Fatwa MUI, Prof.Dr.H. Hasanuddin AF, MA.
Menurut Qaul dari Jumhur Ulama, jelasnya lagi, bekicot itu termasuk
kategori Hasyarot, dan hasyarot itu haram untuk dikonsumsi. “Kami di MUI
mengambil pendapat ini. Walaupun memang ada sebagian kecil Ulama Salaf
yang berpendapat lain,” tambahnya.
Maka kami mengingatkan umat
agar memahami fatwa ini. Karena di sebagian masyarakat ada yang mengolah
bekicot menjadi menu konsumsi, seperti sate bekicot. Termasuk juga menu
Escargot, yang terkenal di Eropa. Haram bagi umat Islam untuk
mengkonsumsinya. Demikian ditandaskan oleh Ketua KF MUI ini.
Memang, kini di Eropa, utamanya, bekicot sering digunakan sebagai bahan
baku makanan yang disebut Escargot. Menu Escargot semula menggunakan
bahan baku Helix pomatia (jenis siput yang dapat dimakan dari daratan
Eropa). Karena Helix pomatia lama kelamaan sulit diperoleh, maka bekicot
jenis Achatina fulica yang relatif lebih mudah dikembang-biakkan,
menggantikannya sebagai bahan baku Escargot.
Ketetapan kedua,
berkenaan dengan intifa’ (pemanfaatan) bekicot untuk penggunaan luar.
Dalam Sidang KF MUI yang lalu itu juga ditetapkan, Intifa’ atau
pemanfaatan bekicot untuk penggunaan di luar tubuh diperbolehkan.
Seperti untuk kosmetika luar. Termasuk juga penggunaan untuk obat kalau
memang betul-betul diperlukan berdasarkan hasil penelitian medis
kedokteran. Dalam hal ini berlaku kaidah Haajiyat, yakni kebutuhan yang
memang sangat diperlukan untuk pengobatan, selama belum ada alternatif
bahan penggantinya.
Pemanfaatan itu seperti pada kulit bangkai.
Pada dasarnya, bangkai itu haram dikonsumsi. Seperti bangkai kambing
atau bangkai sapi. Tapi kalau disamak, kulitnya menjadi suci dan boleh
dimanfaatkan, misalnya untuk alas kaki, sepatu dan peralatan lainnya.
Jadi dari sini memang dapat dipahami, bahwa tidak semua yang haram itu
bersifat najis. Demikian Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta ini menambahkan penjelasannya.
Namun
hukumnya tetap, kulit dari bangkai yang telah disamak itu tidak boleh
untuk dikonsumsi. “jadi, memang ada perbedaan fatwa tentang bekicot ini,
dalam hal pemanfaatan dengan untuk dikonsumsi,” tandasnya.
Pak, kalau tutut gimana tuh?
BalasHapus